INPUTRAKYAT_MORUT,–Tiga tenaga medis RSUD Kolonodale, Kabupaten Morowali Utara, memprotes dirinya dimutasi. Dikabarkan, mereka akan menempuh jalur DPRD.
“Saat itu kami tidak menyebut nama siapa pegawai Rumah Sakit teridap penyakit menular, bahkan kami juga sudah diberi sanksi, terus kenapa kami dimutasi,” ungkap tenaga medis yang dimutasi yang enggan namanya dipublis.
Lanjutnya, kita sudah menjalani hukuman itu sejak awal bulan kemarin dengan ditempatkan dibagian kepegawaian serta jasa kami distopkan hingga TPP kami dipotong.
“Ini tiba-tiba keluar mutasi yang menurut kami tidak mendasar, karena kami sudah jalani hukuman dan kami juga sudah didamaikan, kok kami dimutasi, ada apa ini,” tandasnya.
“Persoalan ini kami sudah adukan ke Dinas Kesehatan, kata pihak dinas mereka juga tidak tahu masalah ini, dan mengaku heran kok dimutasi sementara sudah menjalani hukuman,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa hal itu tidak adil, olehnya itu mereka akan menempuh jalur DPRD agar mendapatkan kejelasan mereka dimutasi.
Menyikapi persoalan itu, Direktur RS Kolonodale, dr, Sherly Pede menepis kalau terkait mutasi tersebut bukanlah ranahnya untuk menjawab.
“Saya tidak bisa menjawab soal mutasi itu, karena itu kewenangan kepala daerah, dan saya juga tidak tahu soal mutasi tersebut karena saat itu saya menghadiri kegiatan Germas Pro Delis,” terangnya.
Lanjutnya, memang sebelumnya ketiga orang tersebut kita sudah beri sanksi karena sudah menyebarkan rekam medis pasien.
“Saat itu ketiga orang tersebut sudah mengakui kesalahannya, dia sudah minta maaf ke objek yang dirugikan sembari menangis, banyak saksi melihat saat meminta maaf, terus kenapa lagi protes,” jelas Sherly.
Menurutnya, menyebarkan rekam medis pasien itu adalah pelanggaran etik dan bisa berbuntut pada pidana, undang-undang sudah mengatur soal itu.
“Seharusnya mereka sadari serta paham duduk persoalan itu, dan saya kira soal mutasi itu pimpinan daerah miliki alasan yang jelas,” sambungnya lagi.
Ia juga menceritakan, bahwa pernah kita kerja bakti, dia pun ikut mengangkat meja dan menyusun dokumen, tapi ternyata mereka pergi cerita dan melapor ke staf khusus bupati kalau mereka kami jadikan ata ata.
“Teman sampaikan ke saya soal itu, jadi saya tanya apa itu ata – ata ternyata artinya budak, waduh kenapa mereka berfikir saya jadikan budak, sementara saat itu kita sama-sama bekerja bakti,” ungkapnya.
“Parahnya mereka laporkan soal itu ke staf khusus, dan saya sampaikan kalau tidak ada konsep seperti itu, namanya kita tim kerja sama ya pasti saling bekerja sama, saya juga pada saat itu angkat meja,” ketusnya.
Lebih jauh ia mengatakan, bahwa peroalan ini sudah melebar jauh dengan membawa-bawa persoalan ada oknum dokter di RS yang katanya memiliki video syur.
“Perlu saya tegaskan bahwa persoalan itu apakah ada objek yang dirugikan? dan yang bersangkutan sudah menjalani sidang etik profesi, dan hasilnya tidak ada kaitannya dengan profesinya, itu murni pribadinya,” tandas Sherly.
“Saya juga kalau ada kesalahan di Rumah Sakit ini tidak ada juga saya kasi lolos pasti saya tindaki, tapi kita juga perlu lihat duduk persoalannya,” katanya.
Meski begitu kata dia, ketiga orang ini pernah menjadi bagian dari kami, saya sebagai pimpinan berpesan agar menerima lapang dada persoalan ini, dan mengintropeksi diri untuk dijadikan perbaikan.
“Belajar lah dari kesalahan, kita perbaiki diri agar jadi lebih baik, masih syukur persoalan ini tidak sampai ke sidang etik dan pidana, saya kira tidak menutup kemungkinan mereka bisa kembali berdinas di RS,” pungkasnya.